MATEMATIKA TIDAK HANYA BERHITUNG
Apa sebenarnya esensi matematika? Matematika adalah cara berpikir, bukan cara berhitung. Seharusnya pelajaran matematika mengajari siswa untuk berpikir logis, bukan hanya membuat siswa menjadi pintar berhitung. Memang berhitung merupakan bagian dari matematika, namun demikian bagian tersebut (berhitung) adalah tetesan kecil dari samudra matematika yang luas.
Inti Matematika
Pembuktian adalah inti matematika. Matematika mempelajari objek-objek abstrak yang hanya ada di kepala kita. Matematika menggunakan metode deduktif dalam memandang suatu objek dengan cara yang menekankan generalisasi berdasarkan rasio atau analisis penalaran atau pemikiran sehingga tercipta struktur kognitif yang membentuk konsep-konsep yang bernilai global atau universal. Dalam matematika, konsep-konsep ini terbentuk karena proses berfikir, sehingga logika adalah dasar dari terbentuknya Matematika.
Tugas seorang matematikawan adalah mengamati objek tersebut sehingga diperoleh suatu hipotesis. Selanjutnya sang matematikawan harus melakukan suatu tindakan yang menuju kepada pembuktian hipotesis tersebut. Jika ia mampu, maka hipotesis tersebut dinamakan teorema, namun jika dia tidak mampu, maka hipotesis tersebut hanyalah sebatas konjektur (dugaan). Orang yang ahli dalam pembuktian lah yang layak disebut sebagai jago matematika yang sesungguhnya.
Lalu, di mana posisi aktivitas berhitung dalam rangkaian tahap matematika? Berhitung menjadi satu bagian dari keseluruhan bagian tahap matematika yang ada. Berhitung memang penting karena ia menjadikan matematika menjadi lengkap. Namun, sekali lagi, berhitung adalah bagian kecil yang bukan termasuk esensi.
Tahap dalam Matematika
Matematika akan menjadi sangat sempit apabila hanya difahami sebagai pelajaran berhitung. Logika-logika yang sering kita temui sehari-hari terlalu sederhana apabila dimengerti hanya sebagai angka-angka dan simbol-simbol. Menurut Conrad Wolfram, salah seorang pendiri Wolfram Inc., perusahaan pembuat software Mathematica, matematika terbagi menjadi kurang lebih empat tahap. Tahap pertama, dimulai dengan bagaimana menanyakan pertanyaan yang benar. Mengapa? Jika kita tidak dapat mengajukan pertanyaan yang benar tentunya kita hanya akan mendapatkan jawaban yang salah. Tahap kedua, mengambil pertanyaan (masalah) tersebut dan mengubahnya dari pertanyaan dunia nyata menjadi pertanyaan matematika. Tahap ketiga, melakukan perhitungan untuk mendapatkan sebuah jawaban dalam bentuk matematis. Tahap keempat, mengubahnya kembali ke dunia nyata dan memastikan (verifikasi) apakah hal tersebut sudah menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama.
Jadi, berhitung hanyalah satu tahap dari empat tahap yang berlangsung dalam proses pemecahan masalah dalam matematika. Pernyataan bahwa matematika adalah berhitung atau berhitung adalah matematika, jelas-jelas pernyataan yang salah dan tidak berdasar pada kenyataan. Bila matematika hanya berhitung, maka manusia tidak akan pernah menang beradu perhitungan melawan komputer, sehebat apapun dia.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan?
Sudah saatnya kurikulum matematika di sekolah-sekolah yang tidak lagi sesuai dengan akal sehat dan logika dilakukan perombakan. Materi tentang pembuktian sebaiknya diberikan proporsi yang besar dan materi tentang berhitung dikurangi proporsinya. Semakin banyak kita berlatih membuktikan sesuatu, maka siswa akan semakin mampu berfikir logis. Dengan belajar pembuktian, siswa belajar mengkontruksikan langka-langlah logis yang bertujuan menjelaskan suatu hal dan memecahkan suatu masalah.
Apakah kurikulum baru 2013 nanti bisa mengubah paradigma yang sudah terlanjur mengendap dan mengental dalam benak para orang tua siswa? Kita tunggu bersama.